BATAM, SOROTTUNTAS.COM - Sebagai bentuk sanggahan atau klarifikasi atas pertanyaan dari pihak Gereja Presbyterian Missi Indonesia (GPMI) Tiban Lama, Kelurahan Tiban Lama, Kecamatan, Sekupang, terkait klaim kepemilikan lahan dan gedung TK/Paud yang dimuat di media ini pada pemberitaan edisi sebelumnya, atau tepatnya pemberitaan yang terbit pada hari, Minggu (04/07/2021) sore, Kuasa Hukum dari Pdt Majid Sinulingga, S.Th, Tomi Mahuri, angkat bicara untuk mengklarifikasi peryataan atas klaim dari pihak GPMI Tiban Lama.
Kepada wartawan, Tomi Mahuri beserta Pdt Majid Sinulingga beserta istri dan juga disaksikan jemaat dari Pdt Majid Sinulingga, S.Th saat ini, menjelaskan duduk persoalan sengketa kepemilikan lahan dan gedung TK/Paud yang saat ini masih dikuasai oleh Pdt Majid Sinulingga, S.Th dan keluarga, pada hari Minggu (04/07/2021) malam.
Tomi Mahuri mengatakan, bahwa kepemilikan lahan dan bangunan yang berdiri persis di sisi kiri bangunan Gereja Presbyterian Missi Indonesia (GPMI) Tiban Lama tersebut, adalah benar milik ibu Retnawati, atau istri dari Pdt Majid Sinulingga, S.Th.
"Sehubungan dengan apa yang kita dapat di media, kami sudah baca, dan terimakasih untuk kesempatan yang diberikan sebagai perimbangan dalam pemberitaan.
Jadi duduk permasalahan ini kan awalnya sengketa kepemilikan lahan dan bangunan. Tetapi setelah saya pelajari dari seluruh dokumen yang ada, bahwa memang tanah dan bangunan ini milik ibu Retnawati, berdasarkan surat jual beli dari pemilik pertama," jelas Tomi Mahuri sambil memperlihatkan bukti surat jual beli yang terbit pada tanggal 03 maret 2018 lalu.
Lanjutnya, "Hal ini sudah dilaporkan ke pihak Polda Kepri oleh pihak Sinode Gereja GPMI. Dan kami sudah bertanya ke pihak Polda kelanjutan permasalahan seperti apa. Apabila ini prematur maka kami akan meminta diterbitkan SP 3.
Sedangkan dari pihak Polda meminta hal ini dimediasikan, tapi sampai hari ini belum ada panggilan mediasi, tiba-tiba hari ini ada pemasangan spanduk," jelasnya.
Sedangkan terkait adanya keterangan dari pihak Gereja yang mengatakan, bahwa pendirian objek bangun yang dibiayai oleh donatur dari negara Korea Selatan, dan juga dibiayai oleh jemaat GPMI Tiban Lama melalui sumbangan pribadi maupun berupa janji iman dari jemaat, Tomi Mahuri menjelaskan bahwa yang disebut oleh pihak Gereja sebagai donatur, adalah ketua-ketua yayasan dari Bapak Pdt Majid Sinulingga.
"Menyinggung ke masalah itu, saya jelaskan, bahwa yang mereka sebut sebagai donatur adalah ketua-ketua yayasan, atasan dari Bapak Pdt Majid Sinulingga sebagai ketua yayasan Presbyterian Korea Indonesia," ucapnya.
Saat disinggung, apakah bantuan tersebut diberikan kepada Gereja Presbyterian Missi Indonesia Tiban Lama, atau bantuan untuk pribadi Pdt Majid Sinulingga, Tomi menjelaskan bahwa memang bantuan tersebut diperuntukan untuk pribadi Pdt Sinulingga.
"Bantuan itu bukan kepada Gereja, tapi untuk Bapak Sinulingga. Dan terkait itu ada suratnya," ucap Tomi Mahuri.
Sedangkan terkait uang pembangunan, atau uang sumbangan dari jemaat, untuk objek bangun yang tertera di dalam warta jemaat yang dikatakan dibuat oleh Pdt Majid Sinulingga pada masa kepimpinan di Gereja Presbyterian Missi Indonesia Tiban Lama, juga dibantah oleh Tomi Mahuri.
"Tidak ada uang pembangunan yang masuk atas nama jemaat untuk pembangunan gedung ini, tidak ada.
Bantuan pembangunan diberikan oleh Kang Jaemo (warga Korea Selatan-red) sebagai pemilik yayasan Pendidikan Presbyterian. Dan ketua yayasan-nya adalah Pak Sinulingga," ucap Tomi Mahuri.
Pada kesempatan itu, Pdt Majid Sinulingga juga ikut menjelaskan dan mengatakan, "Dulu waktu saya masih gembala di sini, (GPMI Tiban Lama-red) saya tidak hanya punya jabatan Pendeta. Tetapi saya juga sebagai ketua yayasan Presbyterian Korea Indonesia. Saya sebagai Pendeta memang dibawah Sinode.
Tetapi di dalam yayasan Presbyterian Korea Indonesia saya adalah ketua yayasan. Ke dua saya mau sampaikan, waktu saya masih Pendeta, ada bantuan yang saya usahakan sendiri.
Bahkan bantuan untuk pastori dan lain-lain. Tapi itu saya gak mau ganggu, karena saya tahu itu untuk Tuhan. Tapi ini sudah kami beli pakai uang sendiri, tanah dan bangunan. Bukan dengan penatua atau majelis.
Kenapa kami beli berdua sama istri, karena uang kami sendiri, bukan uang Gereja. Kalau kami pakai uang Gereja mungkin kami pasti libatkan majelis Gereja. Dan ini kerinduan kami untuk memajukan pelayanan untuk mendirikan sekolah TK, namun untuk pribadi, bukan untuk Gereja," jelas Pdt Majid Sinulingga.
Lebih lanjut jelas Pdt Majid, "Jadi bantuan itu diberikan bukan karena saya Pendeta GPMI, tapi sebagai ketua yayasan Presbyterian. Makanya untuk membuktikan itu ada suratnya, surat keterangan yayasan menyatakan bahwa dana bantuan itu diberikan kepada saya. Bukan kepada Gereja, tapi untuk dipakai disini.
Sedangkan terkait dimana selalu dilibatkannya jemaat dalam hal bergotong royong untuk pembangunan objek bangunan, dan juga dengan selalu dilibatkannya jemaat dalam menyumbang uang pembangunan objek bangunan (Gedung TK/Paud) baik berupa sumbangan suka rela dan janji iman, Pdt Majid Sinulingga mengatakan, "Terkait janji iman, seperti yang saya sampaikan tadi, bahwa karena saya gembalanya. Dan masalah janji iman itu benar ada, dan jemaat yang ikut saya juga ada, jadi seperti itulah gambaran tentang janji iman itu," katanya.
Saat ditanya apakah janji iman itu boleh dilakukan untuk kepentingan pribadi? Atau pernahkah sebelumnya, Pdt Majid Sinulingga menyampaikan kepada jemaat, bahwa objek tanah dan bangunan adalah miliknya pribadi, namun dirinya tetap meminta jemaat untuk turut ikut membantu menyumbang terhadap bangunan yang merupakan milik pribadinya tersebut, Pdt Majid Sinulingga mengatakan, "Jadi memeng tidak pernah terduga, nggak pernah terpikirkan, kalau saya harus keluar dari Gereja itu.
Lebih jauh menurut Pdt Majid Sinulingga, "Karena saya sebagai gembala di sana, bapak juga misalkan sebagai gembala di sana, ada bapak punya uang, tentu bapak masih memikirkan perkembangan kemajuan.
Dari Gereja uang apa yang diharapkan? Dari sinode uang apa yang diharapkan? Padahal saya ingin maju. Sebenarnya bersyukur mereka, beli ini (bangunan TK/Paud-red) uang sendiri, tapi saya bisa pakai untuk anak-anak di sini bisa sekolah," jelasnya.
Bahkan Retnawati, Istri dari Pdt Majid Sinulingga juga ikut menambahkan bahwa berkat mereka atau gaji sebagai gembala di GPMI Tiban Lama hanya satu juta.
"Tahu bapak, berkat atau gaji kami di situ (GPMI Tiban Lama-red) cuma satu juta," ucap Retnawati.
Pihak Gereja GPMI Tiban Lama Menilai Banyak Kejanggalan, dan Kebohongan Dari Keterangan Yang Disampaikan Pdt Majid Sinulingga Beserta Istrinya Kepada Wartawan
Dari semua keterangan yang dihimpun oleh wartawan dari pihak Pdt Majid Sinulingga dan juga Kuasa Hukum-nya, pihak Gereja GPMI Tiban Lama melalui Pimpinan yang baru, Pdt. Dedek Pranto Pakpahan, S.Th., M.Pd.K, dan juga didampingi oleh Jansen Lubis selaku penatua Gereja, saat dikonfirmasi, Senin (05/07/2021) malam, dibilangan Tiban Lama mengatakan, bahwa semua keterangan yang disampaikan oleh pihak Pdt Majid Sinulingga, terdapat banyak kejanggalan dan juga kebohongan.
"Dari keterangan pihak Pdt Majid Sinulingga itu terdapat banyak kejanggalan. Yang pertama terkait bantuan dari donatur Korea yang katanya dari Kang Jaemo, sementara kenyataannya di warta jemaat yang dibuat pada masa kepemimpinan Pdt Majid Sinulingga, disebutkan atau dituliskan begini;
1. Berdoa untuk PAUD Maranatha yang sudah dimulai pembangunannya.
Selanjutnya, berdoa untuk seorang ibu umur 80 tahun di Korea yang boleh membantu mendanai dalam pembangunan PAUD Maranatha.
2. Masalah janji iman. Dimana kepada wartawan Pdt Majid Sinulingga, tidak bisa menjawab terkait janji iman, apakah dapat diperuntukkan untuk pribadi? Dan jawabannya terkesan mengambang.
3. Mengenai gotong royong, mengapa jemaat berusaha memberikan tenaga untuk bergotong royong membantu pembangunan tersebut? Pada dasarnya karena sepengetahuan jemaat bangunan tersebut adalah milik Gereja. Dan juga tidak pernah disampaikan kalau tanah dan bangunan tersebut adalah milik pribadinya.
4. Masalah TK. Memang siswa TK di sana bisa dikatakan kalaupun ada dari luar tapi kebanyakan anak dari jemaat. Namun meskipun anak dari jemaat Gereja, tetap bayar uang sekolah. Dan tidak ada yang digratiskan.
5. Terkait berkat atau gaji bapak itu yang katanya 1 juta itu juga tidak bener. Kita cek dibuku kas pengeluaran Gereja, berkat bapak itu 2 juta rupiah. Bahkan masih ada tambahan uang makan di pastori 1,2 rupiah juta/bulan. Bahkan masih ditambah lagi biaya tak terduga.
Jadi maksud saya ada kebohongan, bahkan apa yang mereka sudah terima pun mereka tiadakan.
6. Terkait saksi jual beli lahan tersebut adalah suaminya sendiri, Pdt Majid. Kalau memang berdasarkan batas Gereja, kenapa tidak disampaikan kepada pihak Gereja? Artinya itu diluar pengetahuan jemaat kalau dia (Pdt Majid) sebagai saksi jual beli dari pihak Gereja.
Selanjutnya yang janggal adalah surat dari Kang Jaemo. Karena pembangunan itu dilaksanakan mulai dari tahun 2014, tapi keluarnya surat tahun 2020. Kalau memang ini benar, harusnya dari awal sudah ada surat pernyataan itu.
Selain itu, surat pembelian tanah pun baru ada di tahun 2018. Dan juga kenapa setelah muncul masalah ini baru muncul surat pernyataan," ucap Jansen Lubis dan juga Pdt. Dedek Pranto Pakpahan, S.Th., M.Pd.K, kepada wartawan secara bergantian menjelaskan adanya banyak bentuk kejanggalan. (Ls)